Bandung, 19 Januari 2016
Jarum jam
sudah menunjukkan pukul 16.00 WIB. Akan tetapi, sore di di Pantai Glagah, Kecamatan Temon, Kulon Progo,
Provinsi Yogyakarta, Minggu, 27 Desember 2015 masih terasa terik.
Kendati demikian, para pelancong di
kawasan wisata bahari ini tampak antusias menikmati sajian debur ombak laut
Selatan sembari menunggu senja tiba.
Ya, Pantai
Glagah memang sudah sejak lama menjadi wisata primadona di Kulon Progo.
Berkunjung ke pantai itu beberapa kali,
rasa bosan tak pernah menghinggapi. Pantai ini tak hanya menawarkan
keindahan debur ombak laut Selatan yang garang.
Hamparan laguna yang luas dengan
gundukan pasir dan tanaman pantai di tepiannya juga terasa memanjakan mata.
Laguna di
Pantai Glagah merupakan salah satu fenomena alami yang tidak banyak dimiliki
pantai-pantai di Indonesia. Mengutip
dari Kamus Besar Bahasa Indonesia, laguna merupakan danau asin dekat pantai
yang dahulu merupakan bagian laut yang dangkal. Fenomena tersebut terjadi
karena peristiwa geografi dimana ombak laut di daratan terjebak pada cekungan yang cukup dalam.
Salah seorang pelancong menaiki perahu wisata di Laguna, Pantai Glagah Kabupaten Kulon Progo, Yogyakarta. |
penumpang perahu wisata menikmati pemandangan Laguna di Pantai Glagah Kabupaten Kulon Progo, Yogyakarta. |
Pada masa
liburan seperti akhir tahun kemarin,
sudah dapat dipastikan kawasan Pantai Glagah akan diserbu ratusan bahkan
ribuan pelancong. Terletak 40 kilometer di Barat pusat Yogyakarta, dan 10
kilometer dari tugu perbatasan Provinsi Yogyakarta – Provinsi Jawa Tengah,
membuat Pantai Glagah menjadi destinasi pilihan warga Yogyakarta ataupun warga
Kabupaten Purworejo yang ingin berlibur. Aksesnya yang mudah, ditambah harga tiket masuknya yang terjangkau juga
menjadi nilai tambah Pantai Glagah yang semakin menawan ini.
Ada dua
alternatif jalan yang bisa dilalui untuk menuju pantai ini. Dari arah
Yogyakarta menuju Kabupaten
Purworejo, pengunjung bisa melalui
gerbang Pantai Glagah di Kecamatan Temon. Sementara jika dari arah Kabupaten Purworejo, pengunjung bisa melalui Jalan Daendles, yang bisa ditemui setelah
melewati tugu perbatasan Yogyakarta-Jawa
Tengah. Dari perempatan Jalan Daendles,
pengunjung berbelok kiri sampai menemukan ada plang masuk dalam kawasan Pantai Glagah. Hanya dengan membayar tiket masuk sebesar Rp 1.500 per orang,
ditambah biaya kendaraan Rp 1.000 untuk roda dua, dan Rp 1.500 untuk roda
empat, pengunjung sudah dapat menikmati
keindahan panorama pantai berpasir hitam ini.
Menyusuri
Pantai Glagah di jamin tidak ada bosannya. Di sepanjang jalan menuju Pantai
Glagah, pengunjung dapat menyaksikan keindahan Samudra Hindia di sisi Barat dan puluhan tambak udang di bagian timur. Sebagai masyarakat pesisir, memiliki tambak udang, lobster, dan
sejenisnya memang sudah menjadi budaya masyarakat Kulon Progo yang tak bisa
ditinggalkan.
Setelah
memarkirkan kendaraan di tempat parkir yang disediakan, pengunjung langsung
disambut hamparan laguna yang sangat indah. Perahu-perahu wisata di tepian
laguna tampak sudah menanti untuk dinaiki.
Laguna yang tenang juga memungkinkan
pelancong untuk mengayuh dayung kano.
Perahu bebek warna-warni juga disewakan untuk memenuhi hasrat bermain
air di laguna.
Ingin berenang
di laguna? Bisa saja. Ombak besar di Pantai Glagah membuat pihak pengelola
melarang pengunjung untuk berenang. Sebagai gantinya, para pelancong bisa
berenang di laguna yang tenang dan mengasyikkan.
Puas bermain
di laguna, pelancong bisa menuju ke area
dermaga pemecah ombak di sisi barat
pantai. Ratusan tetrapod yang berjajar di sepanjang dermaga dengan pongahnya
memecahkan ombak laut yang garang. Sensasi berkejaran dengan ombak juga dapat
dirasakan di ujung dermaga ini. Beberapa
pelancong tampak berdiri menghadap ke
timur tak jauh dari ujung dermaga. Mereka
mengambil momen dimana ombak tinggi menjulang di belakang mereka. Hal itu pula yang dilakukan salah
seorang pelancong asal Bogor, Jaenal Abidin (26). Pria ini berpose membelakangi ombak, dan
meminta rekannya untuk mengabadikan momen
saat ombak garang menjulang mengarah kepadanya.
“Rasanya beda saja. Saya baru kali
ini melihat ombak sebesar ini. Di pantai yang sering saya kunjungi, ombaknya
besar,tetapi tak sebesar ini. Di sini juga ada spot foto yang menegangkan. Saat ombak datang, perasaan kita
seperti akan terbawa, tetapi tenang saja, foto di area sini aman, asalkan tidak
terlalu dekat dengan pagar pembatas,” ujar Jaenal.
Seorang pelancong memandangi ombak Pantai Glagah Kabupaten Kulon Progo, Yogyakarta. |
seorang memancing saat ombak tengah pasang di Pantai Glagah Kabupaten Kulon Progo, Yogyakarta. |
Tak hanya
untuk tempat ber foto ria, dermaga pemecah ombak juga menjadi
surga bagi para
pemancing. Mereka akan
rela duduk berjam-jam di antara tetrapoid
yang ada, sambil sesekali menarik pancingan, berharap ikan besar terperangkap jebakan mereka. Salah seorang pemancing asal Purworejo,
Hengkang Bara (27) mengungkapkan,
memancing di laut memiliki sensasi tersendiri. Biasanya, para pemancing menggunakan teknik
pasiran, yakni teknik memancing menggunakan joran panjang dan timbel yang
beratnya mencapai 80 hingga 100 gram.
“Biasanya saya mancing dari
pagi, berangkat jam 6, nanti
sore menjelang matahari terbenam baru pulang ke rumah. Banyaknya ikan
tergantung ombak. Makin kecil makin bagus. Bisa satu ikan saja tetapi beratnya
8 kg, malah ada juga yang sampai dapat ikan yang beratnya 20 kg,”
kata Hengkang saat dijumpai di Pantai Glagah.
Pemandangan
pantai layaknya di Pantai Kuta, Bali juga bisa dilihat di sisi barat laut
dermaga. Puluhan payung berjajar rapi di antara hamparan pasir
berwarna hitam. Di sana, para pelancong
bisa menikmati keindahan debur ombak dari kejauhan. Jangan buru-buru
beranjak dari pantai ini sebelum matahari terbenam. Tunggulah hingga semburat senja menghiasi langit Glagah.
Duduk dan menghadaplah ke barat di sisi dermaga pemecah ombak, atau
duduk di hamparan pasir di barat laut.
Suguhan cahaya emas yang memantul sempurna dari permukaan laut dan
menyusup melewati celah tetrapod
menjadi klimaks dari pesona Pantai Glagah.
Semburat cahaya jingga dari matahari menyembul di antara dua tetrapod Pantai Glagah, Kab. Kulon Progo, Yogyakarta |
Jika
pengunjung ingin menyaksikan kesakralan ritus Hajad dalem Labuhan Kadepaten Pura Pakualaman, maka datanglah ke Pantai Glagah pada 10
Muharram atau 10 Sura menurut penggalan Jawa. Dilansir dari situs resmi Dinas
Kebudayaan Pariwisata Pemuda dan Olahraga Kabupaten Kulon Progo, ritus ini
merupakan ritus yang digelar Kadipaten
Pakualaman.
Menurut
beberapa warga sekitar, upacara tersebut merupakan ritus tahunan sebagai bentuk
wujud raja syukur kepada Sang Pencipta.
Seorang pelancong menikmati matahari tenggelam di Pantai Glagah, Kabupaten Kulon Progo, Yogyakarta. |
Ritus tersebut diawali dengan upacara
kecil di Pesanggrahana Puro Pakualaman di Desa Glagah, Kecamatan Temon, Kulon
Progo. Setelah itu, keluarga besar Pakualaman akan melabuh ubo rampe – sesaji berupa
hasil bumi (padi, buah, umbi-umbian), kain kebesaran pangeran, – meliputi tiga gunungan, dengan prosesi arak-arakan terlebih dahulu
dari Puro Pakualaman menuju Pantai Glagah sejauh dua kilometer.
Puncaknya,
warga atau pengunjung Pantai Glagah yang mengikuti prosesi Labuhan ini bisa
mengalap berkah gunungan yang dilabuh ke laut. Warga Glagah percaya,uborampe
yang sudah didoakan dalam labuhan dapat memberikan berkah kebaikan dalam
kehidupan. Tak heran, jika ritus labuhan
ini selalu dinanti warga atau pelancong
yang penasaran tentang prosesi dari ritus tahunan Labuhan ini.
Wisata kuliner
Berkunjung
ke Pantai Glagah, tak lengkap rasanya jika tak menikmati santapan kuliner
lautnya. Warung-warung lesehan yang berdiri di sepanjang jalan menuju dermaga
pemecah ombak menawarkan santapan hasil laut yang lezat dan mengeyangkan. Salah satu jajanan yang
tengah menjadi primadona saat ini yakni olahan undur-undur laut goreng. Hewan yang memiliki nama latin Emerita atau lebih akrab disebut yutuk
atau wrutuk ini dahulu lebih dikenal sebagai umpan untuk memancing.
Namun, beberapa tahun ke belakang,
undur-undur laut juga diolah menjadi penganan yang nikmat dan tak kalah dengan
kerabatnya seperti udang, kepiting, dan lobster. Undur-undur laut biasanya
digoreng dengan tepung. Harganya pun
sangat terjangkau, yakni Rp 5000 per
bungkus. Setiap bungkusnya berisi kurang lebih 10 hingga 15 yutuk.
sumber :Jejaring,net I Undur-undur laut yang dijual di Pantai Glagah. |
“Rasanya tidak jauh berbeda dengan
udang. Hanya lebih sedikit dagingnya,” ucap Jaenal saat mencicipi undur-undur
laut yang dijual di pasar wisata Pantai Glagah.
Selain lezat dan murah, undur-undur
laut dipercaya memiliki banyak manfaat untuk tubuh. Kandungan asam lemak omega 3 yang dimiliki undur-undur laut diyakini menaikkan kadar
insulin dalam tubuh. Sehingga,
undur-undur laut dipercaya dapat menurunkan kadar gula bagi penderita diabetes.
“Kalau liburan saya bisa jual 25
kilogram undur-undur. Kalau hari biasa paling 5 kilogram saja,” ucap Ngatinah,
penjual undur-undur laut goreng.
Jika tak suka makanan laut, pengunjung Pantai Glagah juga bisa membeli semangka atau melon segar yang dijual petani lokal di sepanjang jalan menuju pantai. Buah naga segar yang dijual di kawasan agrowisata Pantai Glagah juga bisa menjadi alternatif oleh-oleh kerabat dan keluarga. Tertarik menyusuri pesona Pantai Glagah? Silakan buktikan sendiri keindahannya. (Windiyati Retno Sumardiyani)***
Jika tak suka makanan laut, pengunjung Pantai Glagah juga bisa membeli semangka atau melon segar yang dijual petani lokal di sepanjang jalan menuju pantai. Buah naga segar yang dijual di kawasan agrowisata Pantai Glagah juga bisa menjadi alternatif oleh-oleh kerabat dan keluarga. Tertarik menyusuri pesona Pantai Glagah? Silakan buktikan sendiri keindahannya. (Windiyati Retno Sumardiyani)***
*Berkah dari Pantai Glagah
“Ayo kene numpak perahu, rame-rame karo pacare apa karo bojone (Ayo ke sini naik perahu,
ramai-ramai bersama pacar atau suami/istrinya)”
Kalimat itu terlontar dari mulut Ngadiman (50), seorang operator perahu wisata Laguna Pantai Glagah, Kabupaten Kulon Progo, akhir Desember 2015 lalu. Meskipun wajahnya tampak lelah, semangatnya untuk menjajakan perahu kepada pengunjung Pantai Glagah tak pernah surut. Ngadiman dengan sabar merayu para pelancong agar bersedia diajak berkeliling laguna dengan perahunya.
Tak butuh waktu lama bagi Ngadiman untuk memenuhi perahunya. Dalam waktu kurang dari 10 menit, para pelancong mulai menaiki perahu berkapasitas 16 penumpang itu. Sebelum membawa penumpangnya bersafari, Ngadiman menarik bayaran dulu kepada penumpang. Biaya untuk naik perahu wisata ini sangatlah terjangkau. Cukup Rp 5000 saja.
Rute yang diambil Ngadiman cukup lumayan. Perahu tersebut diarahkan menuju utara laguna. Para penumpang diajak menyusuri indahnya laguna yang tepiannya dihiasi gundukan pasir dan pepohonan liar. Mereka pun begitu menikmati keindahan alami tersebut. Beberapa ada yang sibuk mengabadikan keindahan laguna dengan gawai pintar, atau kamera profesional masing-masing. Setelah 10 menit berkeliling, Ngadiman pun membawa penumpang kembali ke dermaga laguna. Tak terlihat raut kecewa dari wajah penumpang. Seluruhnya tersenyum gembira, tanda terpuaskan atas wisata murah yang ditawarkan Ngadiman.
“Saya kaget disuruh bayar Rp 5000. Ini murah sekali. Saya kira di tempat wisata seramai ini harganya bisa mahal, ternyata tidak. Sangat sebanding dengan pemandangan yang saya lihat,” ucap Diani Eka Rahmi Lubis (27), pengunjung asal Medan.
Ngadiman merupakan satu dari operator perahu wisata Laguna di Pantai Glagah. Sebelum menjadi operator perahu, Ngadiman sebelumnya adalah seorang nelayan. Hidupnya berubah tatkala Pantai Glagah dipercantik oleh pemerintah daerah setempat. Dia pun menjajal peruntungan dengan menjadi operator perahu wisata.
“Pantai Glagah berkah bagi saya. Dahulu penghasilan saya tak menentu. Kadang bisa melaut kadang enggak. Tergantung cuaca. Saya bersyukur laguna bisa dimanfaatkan menjadi tempat wisata. Dulu paling cuma buat mancing,” kata Ngadiman.
Dalam sehari, terlebih saat liburan, Ngadiman bisa mengangkut puluhan penumpang. Pada saat musim libur seperti kemarin, kurang lebih 27 perahu wisata disiapkan. Sementara pada hari biasa, hanya dua atau tiga unit saja yang dioperasikan. Disinggung mengenai persaingan antar operator, Ngadiman mengaku tak pernah merasakan atmosfer tersebut. Masing-masing operator melakukan strategi dengan menggilir perahu mereka supaya penghasilannya bisa sama rata.
“Tidak ada istilah persaingan di antara kami. Kita semua sama-sama mencari uang dari perahu, jadi tidak usah takut rejekinya diambil orang,” ucap Ngadiman sambil tersenyum.(Windiyati Retno Sumardiyani)***
perahu wisata yang diparkirkan di tepian Laguna Pantai Glagah Kabupaten Kulon Progo,Yogyakarta. |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar